Front Pembela Islam resmi dibubarkan pemerintah atau rezim Jokowi, dengan alasan ormas pemecah belah bangsa. Padahal yang menjadi korban kemarin begitu nyata yaitu dari anggota FPI sendiri yang ditembak mati sampai 6 orang bukan dari pihak kepolisian.
FPI memang resmi dibubarkan tapi mereka (FPI) santai saja tidak seserius menanggapi para pembesar negeri yang berada di depan kamera dengan gagah. Meski Markas Besar Petamburan diserang pasukan dan “diobrak-abrik” namun dengan nyaman dideklarasikan pembentukan Front Persatuan Islam. New FPI dinyatakan berdiri. Mengingat hak berserikat dan berkumpul itu dilindungi Konstitusi maka pak Mahfud yang memimpin pembubaran dan pelarangan menjadi pusing sendiri.
Akhirnya pak Menko pun menyambut berdirinya new FPI ini dengan membolehkan dan membenarkan meskipun mungkin dengan “garuk-garuk kepala”. Pembubaran dan pelarangan “dahsyat” kemarin ternyata tak ada apa-apanya. Selamat datang Front Persatuan Islam (FPI). Tewasnya 6 syuhada tetap harus diusut karena mereka adalah martir perubahan.
Front Persatuan Islam dapat menjadi lebih besar dari Front Pembela Islam. Ini analog dengan bahasa pak Mahfud “pelanggaran HAM itu berbeda dengan pelanggaran HAM” nah kini juga sama “FPI itu berbeda dengan FPI”. Bedanya FPI akan lebih mendapat dukungan umat, masyarakat, dan rakyat.
Front Persatuan Islam mungkin terdiri dua komponen support. Pertama seluruh anggota Front Pembela Islam yang otomatis akan menjadi anggota Front Persatuan Islam. Kedua, simpatisan atau umat Islam yang menyatukan diri dengan Front Persatuan Islam. FPI bisa saja tidak sekedar ganti nama tetapi juga struktur dan platform. Logo pun dipastikan berubah.
Selamat datang era baru perjuangan Islam, selamat datang penguatan kekuatan untuk melawan kezaliman. Saatnya bersatu untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Matahari selalu menyinari jalan menuju kemenangan.
Esa hilang dua terbilang. Hilang satu tumbuh seribu. Satu orang Syahid muncul banyak Mujahid.